BANDUNG, (PRLM).- Kekhawatiran kalangan buruh dan pengusaha akan membanjirnya barang produk Cina pascaberlakunya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-Cina (ACFTA/ASEAN China Free Trade Agreement) sampai saat ini tidak terbukti. Justru sebaliknya, saat ini para pengusaha Cina sedang menjajaki kemungkinan untuk memindahkan sebagian lokasi industrinya ke Indonesia.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar, Dedi Wijaya mengatakan, pascaberlakunya ACFTA pada Januari 2010, terjadi perubahan besar dalam konstelasi ekonomi dunia. Ekspor Cina ke Amerika Serikat (AS) ternyata terhambat, karena AS memberlakukan kuota terhadap produk-produk Cina. Selain itu, AS juga terus menekan Cina agar nilai mata uang Yuan terhadap dolar AS dinaikan. Jika mata uang Yuan Cina naik, maka otomatis barang-barang produk Cina pun akan naik harganya.
“Dulu kita sangat khawatir pasar Indonesia akan dibanjiri oleh produk-produk Cina pascadiberlakukan ACFTA itu. Tetapi, situasi ternyata berubah dengan cepat, dan Cina menunda ekspornya. Justru sekarang mereka sedang menjajaki untuk memindahkan sebagian industrinya ke Indonesia. Situasi ini sangat menguntungkan kita, dan pemerintah harus segera memikirkan strateginya,” kata Dedi, saat ditemui di Hotel Horison, Senin (18/10).
Menurut Dedi, dengan memindahkan lokasi industrinya ke Indonesia, Cina berharap tetap bisa menembus pasar AS. Pasalnya, jika produk Cina dibuat di Indonesia, maka produk itu tidak akan terkena aturan kuota AS. Penjajakan para pengusaha Cina itu sudah berlangsung sejak pertengahan tahun ini. Diharapkan, di akhir tahun setidaknya sudaj ada lima puluh industri Cina yang merelokasi kegiatan bisnisnya ke Indonesia. “Yang saya tahu sebagian sudah melihat ke kawasan Delta Mas di Bekasi. Di sana kan ada lokasi seluas 50 hektare untuk kegiatan industri. Tinggal pemerintah harus didorong untuk mempermudah ijin usaha, dan memperjelas aturan perburuhan, dengan merevisi UU 13/2003,” kata Dedi.
Kabarnya, kata Dedi, industri Cina yang akan beroperasi di Indonesia tidak akan menjual produknya di pasar domestik Indonesia. Menurut Dedi, para pengusaha Cina tahu, bahwa citra merek produk mereka di Indonesia tidak bagus. Karena itu, semua produk mereka akan dijual ke luar negeri. Jika situasinya seperti itu, maka industri dalam negeri Indonesia tidak akan terancam oleh produk dari industri Cina. Pasar domestik pun masih bisa dikelola oleh pengusaha-pengusaha lokal.
Seperti diketahui, pada Januari 2010 terjadi kepanikan kalangan industri dan buruh Indonesia terkait dengan berlakunya ACFTA. Demonstrasi terjadi di mana-mana, karena publik menilai pemerintah tidak mensosialisasikan ACFTA itu dari jauh hari, dan tidak melakukan langkah antisipasi. Ternyata, sampai saat ini kekhawatiran itu tidak terbukti, terkait adanya perubahan konstelasi ekonomi dunia.
Namun demikian, tetap ada persoalan yang harus diantisipasi. menurut Dedi, dia khawatir pemerintah dan pengusaha Cina justru akan mengalihkan produk ekspor mereka, yang sudah siap dikapalkan ke AS, ke Indonesia. Jika itu terjadi, dan ternyata produk itu ditangkap pasar Indonesia dengan positif, maka Indonesia akan dibanjiri produk-produk Cina. (A-132/A-147)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar