Me inspirasion

Me inspirasion

Kamis, 15 Desember 2011

Pengaruh kebudayaan terhadap pembelian dan konsumsi

PENDAHULUAN

Pengaruh kebudayaan terhadap pembelian dan konsumsi

10.1Pengertian Kebudayaan

Faktor kebudayan merupakan suatu hubungan yang sangat erat dengan masyarakat sehingga paling memiliki pengaruh paling luas pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas social pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya.

Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Dari definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Cara pandang terhadap kebudayaan

- Kebudayaan Sebagai Peradaban Yang Tidak disadari

Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan . Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar dalam memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya dapat mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami dan otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu saja. Ketika kita ditanya kenapa kita melakukan sesuatu, kita akan otomatis menjawab, “ya karena memang sudah seharusnya seperti itu”. Jawaban itu sudah berupa jawaban otomatis yang memperlihatkan pengaruh budaya dalam perilaku kita. Barulah ketika seseorang berhadapan dengan masyarakat yang memiliki budaya, nilai dan kepercayaan yang berbeda dengan mereka, lalu baru menyadari bahwa budaya telah membentuk perilaku seseorang. Kemudian akan muncul apresiasi terhadap budaya yang dimiliki bila seseorang dihadapan dengan budaya yang berbeda.

Misalnya, di budaya yang membiasakan masyarakatnya menggosok gigi dua kali sehari dengan pasta gigi akan merasa bahwa hal itu merupakan kebiasaan yang baik bila dibandingkan dengan budaya yang tidak mengajarkan masyarakatnya menggosok gigi dua kali sehari. Jadi, konsumen melihat diri mereka sendiri dan bereaksi terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar belakang kebudayaan yang mereka miliki. Dan, setiap individu akan mempersepsi dunia dengan kacamata budaya mereka sendiri.

- Kebudayaan Sebagai Peradaban

Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang “budaya” ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap ‘kebudayaan’ sebagai “peradaban” sebagai lawan kata dari “alam”. Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.

Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang “elit” seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang “berkelas”, elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah “berkebudayaan”.

Orang yang menggunakan kata “kebudayaan” dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang “berkebudayaan” disebut sebagai orang yang “tidak berkebudayaan”; bukan sebagai orang “dari kebudayaan yang lain.” Orang yang “tidak berkebudayaan” dikatakan lebih “alam,” dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran “manusia alami” (human nature)

Pada abad ke 18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan “tidak alami” yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan “jalan hidup yang alami” (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.

Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap “tidak elit” dan “kebudayaan elit” adalah sama – masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.

- Kebudayaan sebagai “sudut pandang umum

Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme – seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria – mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam “sudut pandang umum”. Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara “berkebudayaan” dengan “tidak berkebudayaan” atau kebudayaan “primitif.”

- Kebudayaan sebagai Mekanisme Stabilisasi

Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.

10.2 Dimanakah nilai-nilai yang dianut

Nilai sosial adalah nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh suatu masyarakat.

Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai

10.3Perubahan Nilai Budaya

Budaya juga perlu mengalami perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya yaitu :

  1. Budaya merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini akan memberi kepuasan.
  2. Budaya adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
  3. Kerumitan dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.

10.4 Pengaruhhnya kebudayaan terhadap perilaku konsumen

Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan. Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa. Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.

10.5 Struktur konsumsi

Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang dikenal dengan psychological consumption yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan.

10.6 Dampak nilai-nilai inti terhadap pemasar

Bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaya dan kepribadian individual dinamakan keinginan. Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang akan memuaskan kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan yang spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin luas, tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga dibutuhkan perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi kebutuhan manusia dengan menenbus keterbatasan tersebut, paling tidak meminimalisasi keterbatasan sumber daya. Contoh : manusia butuh makan, tetapi keinginan untuk memuaskan lapar tersebut terhgantung dari budayanya dan lingkungan tumbuhnya. Orang Yogya akan memenuhi kebutuhan makannya dengan gudeg, orang Jepang akan memuaskan keinginannya dengan makanan sukayaki dll.

10.7 Perubahan nilai

Setiap orang tentu mengalami perubahan nilai sekalipun hal ini belum tentu mudah disadari atau mudah terlihat. Perubahan nilai akan lebih tampak pada perbedaan nilai antara generasi tua dan generasi muda. Sebagai contoh, pada zaman dahulu laki-laki yang harus berinsiatif menyatakan cinta. Seorang perempuan akan dinilai perempuan murahan bila ia yang dahulu menyatakan cinta. Namun sekarang laki-laki dan perempuan dinilai mempunyai hak yang sama untuk menyatakan cinta lebih dahulu. Perubahan nilai seperti ini terus berlangsung dalam masyarakat kita.

10.8 Dampaknya ada yang negatif dan ada yang positif.

Dampak negatifnya, misalnya, perubahan nilai dapat mendatangkan keretakan hubungan antara generasi tua dan generasi muda. Banyak orang tua menjadi frustasi menghadapi kehidupan anak-anaknya yang jauh berbeda dari keadaannya ketika mereka muda. Dan anak-anak pun tidak jarang menyebut mereka kuno, tidak mau mengerti perubahan zaman, dan tidak mau mengerti anak-anak.


Namun ada juga perubahan nilai yang berdampak positif. Terhadap perubahan yang berdampak positif, tentu kita harapkan untuk bisa menyesuaikan diri, sekalipun untuk itu dibutuhkan pengorbanan. Memang perubahan apa pun menuntut kesediaan orang untuk melakukan penyesuaian diri. Untuk itu ada orang yang bisa beradaptasi dengan mudah, namun ada juga orang yang mengalami kesulitan karena harus keluar dari ruang kenyamananya.

PEMBAHASAN

Budaya merupakan hal turun menurun yang dapat dipelajari sejak usia dini,yang memungkinkan seseorang mendapat nilai kepercayaan dan kebiasan dari lingkungan.Berbagai macam cara budaya dapat dipelajari .Seperti yang diketahui secara umum yaitu misalna ketika orang dewasa dan rekannya yang lebih tua mengajari anggota keluarganya yang lebih muda mengenai cara berperilaku.

Dalam dunia industri, perusahaan periklanan cenderung memilih cara pembelajaran secara informal dengan memberikan model untuk ditiru masyarakat. Misalnya dengan adanya pengulangan iklan akan dapat membuat nilai suatu produk dan pembentukan kepercayaan dalam diri masyarakat. Seperti biasanya iklan sebuah produk akan berupaya mengulang kembali akan iklan suatu produk yang dapat menjadi keuntungan dan kelebihan dari produk itu sendiri. Iklan itu tidak hanya mampu mempengaruhi persepsi sesaat konsumen mengenai keuntungan dari suatu produk, namun dapat juga memepengaruhi persepsi generasi mendatang mengenai keuntungan yang akan didapat dari suatu kategori produk tertentu.

PENUTUP

Kebudayaan adalah sesuatu hal yang akan memengaruhi persepsi tingkat gagasan pikiran manusia, perubahan yang berdampak positif tentu kita harapkan untuk bisa menyesuaikan diri, sekalipun untuk itu dibutuhkan pengorbanan.kebudayaan itu bersifat abstrak. Kebudayaan itu dipelajari sejak dari kecil dan kebudayaan itu sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain. Sebaiknya kita melestarikan kebudayaan yang telah ada itu, agar budaya tersebut dapat bertahan dari waktu ke waktu.

http://www.gsjagrogol.org/index.php/artikel/warta/289-perubahan-nilai

http://abdurrahmanadi.wordpress.com/2011/01/19/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian-dan-konsumsi/#more-447

http://nindyacassie.blogspot.com/

www.wikipedia.com

http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html



Rabu, 09 November 2011

Soft Skill Bab IV-VII

BAB1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Memuaskan pelanggan adalah merupakan kunci sukses dalam melaksanakan bisnis. Berbagai tanggapan dari pelanggan perlu diterima sebagai masukan yang berharga bagi pengembangan dan penyusunan strategi perusahaan berikutnya. Oleh karena itu perusahaan dalam mencapai tujuannya tersebut utamanya bagi pemasar harus mengetahui apa yang diinginkan dan yang dibutuhkan oleh pelanggannya, dengan cara mempelajari bagaimana persepsi, preferensi dan prilaku pelanggannya. Namun tidak mudah bagi pemasar untuk mengenal watak dan prilaku dari pelanggannya, karena bisa jadi apa yang diungkapkan itu bertolak belakang dengan sebenarnya.

Untuk melihat prilaku konsumennya, pemasar harus dapat melihat dari penjualan sehari-hari di lapangan. Hal ini tidak terlepas pula dari perusahaan untuk terus melakukan riset terhadap konsumennya. Pemantauan tersebut bukan hanya di lihat sebelum pembelian yaitu faktor-faktor apa yang mempengaruhi konsumen membeli produk (intern dan ekstern), namun juga memperhatikan bagaimana kesudahannya dalam pembelian tersebut sangat penting untuk terus dapat mempertahankan pelanggan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang tersebut, perumusan masalah dalam makalah ini menjelaskan tentang evaluasi alternatif sebelum pembelian Jasa wedding dan Event organizer

1.3 Batasan Masalah

Mengingat luasnya konflik permasalahan yang terjadi dalam mata kuliah Perilaku Konsumen,maka dalam penulisan makalah ini hanya akan dibatasi pada”Evaluasi Alternatif sebelum pembelian jasa wedding dan event organizer

1.4 Landasan Teori

Untuk lebih mengetahui prilaku masyarakat dalam pembelian barang dan jasa tersebut dibutuhkan studi tersendiri.Pendekatan –pendekatan yang selama ini banyak digunakan untuk menyingkap alternatif, faktor efisiensi dan minat mengasumsikan bahwa konsumen bersikap rasional dalam melakukan pembelian yang sejauh mana efektivitas strategi penetapan harga,promosi, tingkat kualitas pelayanan kepada konsumen yang dikarenakan sulitna konsumen untuk diprediksi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Evaluasi Alternatif sebelum Pembelian

Kondisi layanan jasa dalam dunia bisnis di bidang wedding and event

organizer sangat berkembang pesat dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini.Gaya hidup masyarakat yang semakin modern menuntut segala kemudahan dan efisiensi dalam segala aktivitas mereka. Apalagi jika berhubungan dengan layanan jasa, masyarakat terutama yang berada di kota besar pasti akan lebih kritis menilai segala bentuk jasa atau produk yang ditawarkan kepada mereka.Untuk itu perusahaan jasa seperti wedding and event organizer perlu memperhatikan beberapa spek yang dapat menarik perhatian konsumen sehingga mereka tertarik

dan berminat untuk menggunakan jasa atau service yang ditawarkan Evaluasi Alternatif

2.2 Evaluasi Alternatif sebagai proses

Dalam membeli dan mengkonsumsi sesuatu terlebih dahulu konsumen membuat keputusan mengenai produk apa yang dibutuhkan, kapan,bagaimana dan dimana proses pembelian atau konsumsi itu akan terjadi.Dengan kata lain diperlukan suatu proses pengambilan keputusan untuk membeli sesuatu baik barang atau jasa.Pengambilan keputusan yang diambil oleh seseorang dapat disebut sebagai suatu pemecahan masalah.Dalam proses pengambilan keputusan, konsumen memiliki sasaran atau perilaku yang ingin dicapai atau dipuaskan selanjutnya konsumen membuat keputusan perilaku mana yang ingin dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut

2.3 Aspek-aspek Evaluasi Alternatif sebagai pemecahan masalah

1. Pengenalan kebutuhan

Didefinisikan sebagai perbedaan atau ketidaksesuaian antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan sebenarnya yang akan membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan

2. Pencarian informasi

Tahap selanjutnya adalah pencarian internal ke memori untuk menentukan solusi yang memungkinkan . Jika pemecahannya tidak diperoleh melalui pencarian internal, maka proses pencarian difokuskan pada stimuli eksternal yang relevan dalam menyelesaikan masalah (pencarian eksternal)

a. Sumber pribadi atau opini dari orang lain

b.Sumber bebas seperti kelompok konsumen dan badan pemerintah

c. Sumber pemasaran seperti karyawan penjualan dan iklan

d. Sumber pengalaman langsung seperti mencoba langsung produk

3. Evaluasi alternatif

Mengevaluai pilihan serta menyempitkan pilihan pada alternatif yang

diinginkan

4. Pembelian

Konsumen melakukan pembelian berdasarkan alternatif yang telah dipilih

5. Konsumsi

Konsumen melakukan pembelian berdasarkan alternatif yang telah dipilih

6. Evaluasi alternatif setelah pembelian

Konsumen mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi

kebutuhan dan harapan sesudah digunakan. Beberapa konsumen akan

mengalami keraguan atau kecemasan tentang keputusan pembeliann yang dikenal sebagai pertentangan pasca pembelian atau post purchase

Dari studi kasus yang diteliti melihat jumlah event yang ditangani Mahkota Wedding and Event organizer.

Dari bulan Januari sampai bulan Desember 2009 terlihat jumlah event yang ditangani Mahkota Wedding and Event Organizer sejumlah 110 event yangbulan ke 6 jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan tahun 2010 dari bulan Januari sampai bulan Desember yang hanya menangani 85 event saja. Dalam menghadapi situasi ini, manajemen pengelola Mahkota Wedding and Event organizer harus mencari tahu mengapa hal ini bisa terjadi dan terus berusaha memberikan kepercayaan kepada konsumen agar konsumen tetap mau menggunakan layanan jasa mereka. Dari tabel, kita juga bisa melihat pada bulan – bulan tertentu seperti bulan Mei, Juni, dan Juli konsumen banyak yang mengadakan acara pernikahan atau wedding, bahkan di akhir tahun pun semakin banyak event yang ditangani. Hal ini dikarenakan memasuki masa liburan dan banyak konsumen yang berencana melaksanakan pesta pernikahan sebelum bulan puasa dan ada pula yang ingin melaksanakan pesta setelah Hari Raya Idul Fitri maupun Natal. Walaupun ada beberapa event wedding pada bulan Agustus sampai September, tetapi tidak seramai bulan – bulan sebelumnya atau sesudahnya karena pada bulan ini biasanya Mahkota juga melaksanakan Grand Wedding Expo yang diadakan rutin setiap tahun. Setelah itu baru pada bulan selanjutnya

diramaikan lagi dengan berbagai event wedding baik yang dilaksanakan secara international maupun traditional.Dalam menjalani bisnis wedding and event organizer, perusahaan harus paham dan cermat ada bulan – bulan efektif dimana banyak konsumen yang mau menyelengarakan pestanya untuk itu harus mengetahui cara yang tepat agar konsumen mau menyelenggarakan pestanya dengan menggunakan jasa Mahkota. Perusahaan juga harus memaklumi bahwa baik di kalangan masyarakat Chinese ataupun pribumi masih mempercayai adanya hari baik maupun bulan baik untuk menyelenggarakan sebuah acara, untuk itu Mahkota

tidak bisa memaksakan jadwal dan waktu yang tepat dalam melaksanakan event yang ingin diadakan oleh konsumen, hal inilah yang dapat dijadikan pemicu perusahaan dibidang jasa WO seperti Mahkota untuk lebih mengerti apa yang diinginkan konsumennya dan justru sebagai perusahaan jasa,hendaknya bisa memberi masukan kapan, bagaimana, dan seperti apa pesta atau perayaan yang tepat diselenggarakan oleh konsumen sesuai dengan budget dan kebutuhan mereka.

Tabel 2.3.1Penentuan atribut dan indikator sebelum pembelian

No

Konstruk pengamatan

Dimensi Konstruk

Notasi

1

Harga(price)

Harga terjangkau oleh daya beli konsumen

X1

Perbandingan harga dengan kompetitor

X2

Kesesuaian harga dengan kualitas

X3

2

Promosi(promotion)

Kontak langsung dengan konsumen

X4

Kuantitas penyampaian pesan dalam iklan

X5

Kualitas penyampaian pesan dalam iklan

X6

3.

Reputasi perusahaan

(corporate reputation )

Kredibilitas

X7

Keandalan perusahaan

X8

Nama baik

X9

4.

Kualitas Pelayanan

(service quality )

Kemampuan untuk

melaksanakan jasa yang

dijanjikan oleh suatu

perusahaan

X10

Kemauan untuk membantu

pelanggan

X11

Pengetahuan dan kesopanan

X12

Kepedulian terhadap konsumen

X13

Penampilan fasilitas fisik

X14

5.

Keputusan Pembelian

(buying decision )

Berpikir lama dalam

memutuskan karena faktor

lingkungan

X15

Melakukan pertimbangan

dengan mengumpulkan data

atau informasi

X16

Cepat memutuskan

X17







BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi, Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapat faktor –faktor pengambilan keputusan yang dipengaruhi lingkungan, pengaruh individu dan sesuai dengan budget dan kebutuhan mereka.yang menjadi evaluasi alternatif sebelum pembelian yang didalamnya ada sumber daya konsumen dan pengetahuan yang mendorong terjadinya proses keputusan.

3.2 Daftar Pustaka

http://2FDyah_Ayu_Kusumawardani_C2A607052_Manajemen_Pemasaran%28r%29.pdf&ei=E4W6Tu-JK8nYrQfF2uSsBg&usg=AFQjCNHToiSAbSy1mLZIme48oB9Hi5hUWw&cad=rja

http://pipitajisaputri.wordpress.com/category/uncategorized/

http://rinton.blogdetik.com/studi-kasus-perilaku-konsumeni/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1444/1/industri-sugih.pdf